gravatar

Naze ato ni mairimas ka

Akulah aku yg membelah nasib dengan pisau pengharapanku, lalu kelak akan merunduk di hadapan takdir.... 

Hey patung perunggu di atas meja rias ibuku, tahukah kamu dibalik kekurangan dan kelebihan aku sebagai manusia, aku lebih sempurna dibanding kamu, dibanding sisir, dibanding kuda laut, dibanding jin, setan dan malaikat sekalipun. Masa bodoh dengan Winston Churcill atau siapapun yang mengatakan tak ada manusia yang sempurna, beda pemikiran itu biasa. Coba kau ubah cara pandangmu tentangku agar kamu jadi  terbiasa dan itu jauh lebih mudah, daripada kamu lelah merubah caraku yang tidak sama dengan caramu.
....................readmore

gravatar

Chapter 19 - Perburuan Gembong Teroris (TAMAT)


Laksana Pahlawan peyelamat bumi, kami berlari menembus dinginnya dinihari kota Stanley. Jika saja kalian berada disitu, pasti kalian akan menganggap kami adalah Batman dan Robin, tapi sayangnya kalian tidak sedang berada disitu.

Saya  berlari di depan Poleng dengan pandangan lurus kedepan, sementara Poleng setia mengikuti, dan sesekali ia menengok ke belakang seolah dikejar waktu, yang terus mengejar kami dengan menggunakan motor bebek.

14 tikungan dan 6 tukang tambal ban telah kami lewati, sampai akhirnya kami berhenti.

“Poleng kita akan kemana?”, tanya saya dengan nafas yang terpenggal-penggal.

“wau wau”, jawab Poleng yang maksudnya “saya juga bingung mau kemana kita?”.

....................readmore

gravatar

Chapter 18 - Malaikat Maut


Suasana mellow berakhir ketika Ki Joko Bolon yang sudah berdiri di atas mimbar mulai membacakan sebuah mantra dengan bahasa asli suku Maya.

tongboroborosia…… tongboroborosia……..ainggelieurrrrrrrr……. macacaritaieu”, katanya dengan penuh penghayatan. Mantra itu dibacakan berulang kali, kemudian diikuti oleh peserta upacara yang lain, sehingga menimbulkan kesan mistis yang begitu mendalam. Sampai-sampai Poleng dengan semangat ikut larut membacakan mantra itu.

“Anda diam saja!”, perintah Ki Joko Bolon kepada Poleng.

“wau wau”, jawab Poleng yang artinya “maaf, saya terbawa suasana”.

....................readmore

gravatar

Chapter 17 - I Will Survive


Rasanya tenaga para prajurit Suku Maya itu bukanlah tandingan saya, walau telah berusaha berontak, tapi justru cengkraman tangan mereka semakin kuat seakan menusuk tulang belulang. Dengan kasar mereka menyeret saya dan Poleng ke dalam kamar mandi. “wau wau”, teriak Poleng sambil meronta-ronta, yang artinya “saya sudah mandi…. saya sudah mandi!!”. Tapi prajurit itu tetap memasukkan kami ke dalam ruangan yang berukuran 2 x 2 = 4 itu.

Seorang prajurit menyumpal mulut Poleng dengan sikat wc, agar Poleng berhenti menjerit-jerit. Sementara seorang prajurit lainnya langsung menekan saklar yang saya kira untuk lampu, ternyata saklar itu untuk membuat surut air di lubang kloset. Dari lubang kloset yang sudah tanpa air itulah, terlihat tangga yang menurun menuju ruangan bawah tanah.

....................readmore

gravatar

Chapter 16 - Pembantaian Penguasa Air


Seharusnya pagi ini terasa indah, andai saja hati ini tidak gelisah. Semilir angin Samudra Atlantik tidak serta merta mendinginkan kepala ini yang terasa panas. Bagaimana tidak panas, semalaman tidur sambil berdiri, sambil dibungkus jubah tebal yang membuat mandi keringat.

Saya berpikir begitu enaknya jadi orang lain, bisa sibuk dengan urusan pribadinya. Tapi saya? Harus memikirkan nuklir, harus menyelamatkan dunia. Namun mungkin Tuhan telah menggariskan takdir saya sebagai pahlawan penyelamat bumi. Sempat terfikir untuk segera menyiapkan design baju ala superhero, tapi yang pasti lebih sopan, setidaknya dengan kolor di dalam. Tapi sayang, saya tidak punya kenalan tukang jahit.

....................readmore