Poin 1
12 jam yang lalu....
Saat gelap bersalin terang, matahari terkerek di ujung timur jauh. Pagi yang memberi harapan, yang sebenarnya nyaris mirip dengan kebohongan yang berulang-ulang dan terus dipercaya.
Seorang putra bangsa melangkah ke sebuah kerumunan manusia pagi, dimana sebuah gerobak kupat tahu menjadi pusat pusarannya.
Sebagai seorang mantan samurai, putra bangsa itu sedikit membungkuk untuk memberi hormat kepada si emang kupat tahu.
"mang, tilu rebu-eun...", ujarnya tenang.
Dengan cekatan si emang menggoreng tahu, membelah kupat, menyiduk bumbu dan ngarawu kurupuk... sebuah gerak tangan yang mempesona bagaikan Herbert von Karajan ketika memimpin sebuah orkestra! Sayangnya tidak ada yang tahu siapa nama si emang sebenarnya, tidak ada satupun pembeli yang berani menanyakan nama si emang, entah sungkan atau apa... biarlah itu menjadi rahasia.
Setelah menerima pesanannya, putra bangsa itu kemudian duduk di sebuah bangku, meskipun di hadapannya terhampar meja yang jauh lebih luas, tapi dia tetap memilih bangku sebagai tempat duduk... karena memang begitulah seharusnya.
Putra bangsa lalu berdoa, setelah itu menyuapkan tahu, kemudian toge dan kuahnya, lalu kupat, lalu kurupuk.... setelah itu ia menghela nafas.
Tapi diluar perkiraan, dibagian keduanya yang pertama ia makan justru toge, lalu tahu, kemudian kuah, dan terakhir kupat... tanpa sekalipun ia menyentuh kurupuk! Cara makan yang seperti sengaja dibuat acak... seperti sengaja mengelabui kita.
Setelah semuanya habis, prosesi sarapan kupat itu diakhiri dengan meminum teh.... "srruuppppt" begitu bunyinya, bunyi yang sebenarnya tidak aneh, tapi menjadi aneh jika dijadikan sebuah cerita.
TAMAT
|^_^|
:))
:)]
;))
;;)
:D
;)
:p
:((
:)
:(
:X
=((
:-o
:-/
:-*
:|
8-}
~x(
:-t
b-(
x(
=))