gravatar

Chapter 4 - 3 RUT JA 500 LET


“hmm... ini pasti type sandi Chloxterafiztrus”, gumam H. Odang dari Citapen yang memang terkenal ahli memecahkan sandi-sandi rahasia sejak tahun 1933.

“jadi apa maksudnya, Pa Haji?”, ujar saya sudah tidak sabar.

“ini terdiri dari 2 bagian, yaitu 3 RUTJA dan 500 LET”, kata H. Odang menerangkan.

“terus.. ?”, saya bertanya dan Poleng menyelipkan amplop kedalam saku Pa Haji. Setelah merasa ada sesuatu yang masuk dalam saku batiknya, H. Odang melanjutkan bicara.


“3 disini artinya, mulai dari huruf ke-3 sampai 3 huruf berikutnya dalam “RUTJA” harus dirubah karena telah diacak oleh pembuat sandi”, H. Odang beropini dengan sangat meyakinkan.

“Apa itu berarti RUJAK?”, saya coba menebak maksud Pa Haji.

“ho..ho...ho... bukan!”, jawab Pa Haji sambil tertawa malas. Poleng sepertinya sudah hapal keadaan ini, lalu dia segera menyelipkan amplop berikutnya ke dalam peci H.Odang yang warnanya tak lagi hitam.

“karena angka 3-nya disimpan sebelum huruf-huruf, maka kita harus merubah huruf tersebut dengan 1 huruf sebelumnya.. dan itu terus dilakukan sampai berjumlah 3!”, Pa Haji mulai menerangkan lagi ketika ia merasakan yang mengganjal dalam peci-nya sedikit tebal.

“ah pusing Pa Haji, ada yg lebih gampang?”, komentar saya yang kebingungan.

“baiklah, apa huruf ke-3 dari RUTJA?”, tanya Pa Haji.

“T!”, jawab saya pintar.

“1 huruf sebelum ‘T’?”, tanya Pa Haji lagi.

“wau wau”, jawab Poleng yang artinya “S!”.

“pintar, terus huruf ke-4 dari RUTJA?”, Pa Haji nanya lagi.

“J! dan 1 huruf sebelum J adalah ‘I’”, saya menjawab sekaligus, takut keduluan sama Poleng.

“benar! Lalu 1 huruf sebelum A?”, tanya Pa Haji.

“wau wau”, jawab Poleng yang artinya “nol Pa Haji..”

“Salah Poleng, karena sebelum ‘A’ tidak ada huruf, maka diabaikan dan tetap saja ‘A’”, jawab Pa Haji bijak, dan Poleng tertunduk malu, ia merasa menjadi orang paling bersalah di muka bumi.

“nah, setelah kita ubah, ayo baca selengkapnya dari pertama”, Pa Haji menyuruh kami mengeja huruf satu persatu.

“R – U – S – I – A”, saya mengeja dengan semangat.

“wau wau”, kata Poleng yang berarti “Rusia...” sambil memandang takjub ke arah Pa Haji.

“terus Pa Haji... terus bagaimana dengan kalimat ‘500 LET’?”, kata saya, sedang Pa Haji seperti hendak pergi meninggalkan kami.

Poleng langsung memberikan 2 amplop sekaligus, Pa Haji kemudian duduk lagi.

“apabila 3 digit angka berada di depan suatu kata, maka itu tetap menjadi angka yang tidak bisa dirubah….”, H. Odang menjelaskan lagi.

“berarti tetap 500, Pa Haji? Maksudnya apa?”, tanya saya.

“itu baru bisa ditemukan maksudnya apabila kita mengetahui kata terakhir, dan mengapa si pembuat kata sandi ini menempel di sebuah kaca kotak odading?”, tanya Pa Haji seolah menguji.

“wau wau” jawab Poleng yang artinya “karena odading sungguh lezat”.

“bukan odading-nya Poleng, tapi kacanya!!”, jawab Pa Haji.

“ada apa dengan kaca?”, saya bertanya heran.

“cermin!!!, coba ambil cermin….”, jawab H. Odang sambil memerintahkan Poleng untuk mengambil kaca cermin.

“ayo sekarang baca tulisan LET ini melalui cermin”, perintah Pa Haji.

“wau TEL”, jawab kami serempak.

“TEL disitu kependekan dari TELEPON maka 500 yang tadi, berarti kode telepon…  itu untuk negara Malvinas”, kata H. Odang sambil tersenyum tidak manis.

“Mimin – Pyramid – Mesir – Rusia – Malvinas, apa hubungannya?”, saya bertanya pada Pa Haji meminta pencerahan. Pa Haji menggelengkan kepala walaupun Poleng sudah berusaha memberinya amplop puluhan kali.

“apa kami harus segera ke Cairo?”, tanya saya lagi.

“Urungkan niatmu itu, jangan gegabah!!, nanti kalian malah masuk perangkap.... lebih baik kalian pergi ke puncak gunung Ciremay... disana temui seorang wanita yang sungguh cantik jelita, tapi itu dahulu, sekarang dia sudah tua dan sudah menikah.... wanita itu bernama Sinto Gendeng... bilang padanya bahwa kalian utusanku”, saran Pa Haji.

Kamipun segera menuju gunung Ciremay. Di sebuah desa di kaki gunung tersebut, kami temui banyak orang desa (masa orang kota?) yang melihat aneh ke arah kami.

“Poleng, rasanya mereka belum terbiasa melihat manusia berjalan dengan lumba-lumba”, saya berkata pada Poleng.

“wau wau”, jawab Poleng yang berarti “apa yang harus saya perbuat wahai Tuanku yang rupawan?”.

“kamu harus menyamar, lekas kenakan kerudung!”, perintah saya pada Poleng, yang langsung ditanggapi Poleng dengan membungkus kepalanya dengan kerudung warna biru marun.

“nah, dengan kerudung dan tubuhmu yang montok, kini kau terlihat seperti Manohara..”, komentar saya sambil meneruskan perjalanan.

“wau wau”, jawab Poleng malu-malu yang artinya “ah Tuan, bisa aja...”