Chapter 2 - Penelepon Misterius
Adalah Mimin Mintarsih binti Omo Asikin yang membuat gelombang tsunami dalam darah pada tubuh saya yang membeku. Detak jantung seolah 4 kali lebih cepat dari tempo double pedal sebuah lagu Avenged Sevenfold yang terkeras, itu terjadi setiap kali saya memandang wajahnya.
Tapi siapa Mimin? Dia hanya seorang mahasiswi fakultas pemudi dan olahragi pada sebuah Universitas di Cairo. Selama menetap di Mesir dia menyewa sebuah flat di Sarijadi, Bandung. “Mengapa Sarijadi?”, tanyaku suatu kali sambil melahap baso tahu yang bumbu kacangnya terasa tengik. “lebih murah kang”, jawab Mimin dengan suara yang istiqomah.
Tapi mengapa harus pada Mimin Mintarsih? Saya tidak tahu. “suddenly…”, kata John Lennon. “Mungkin Tuhan telah memperhitungkan”, sahut Ebiet G Ade. “seperti bintang di surga”, balas Ariel dengan suara sengau. “Eureka!!”, pekik Archimedes.”Exit light...enter night... take my hand!”, James Hethfield ikut-ikutan berkomentar, meski mungkin tidak ada korelasinya. Lalu saya lihat Anang dengan langkah gontai datang dan berkata sesuatu, tapi tidak jelas apa yang dikatakannya, yang pasti ada nada lirih disana.
Kembali pada Mimin Mintarsih, tapi..... Min.... Mimin? Dia tidak ada. Kemana Mimin, pembaca? Sudah pergi! Mungkin kita terlalu lama membiarkannya, atau jangan-jangan dia pergi dengan kekasih barunya?
Saat saya bertanya-tanya, telepon berbunyi... ngik ngok ngek ngek.... begitu bunyinya. Private number. Apa yang nelepon adalah guru privat? Lebih baik saya angkat untuk memastikan.
“Selamat sore!”, kata yang nelepon.
“Pagi pak”, jawab saya.
“Anda kenal dengan Mimin Mintarsih?”, kata yang nelepon bertanya sepertinya.
“ya... saya pacarnya!”, jawab saya setegas Kepala Sekolah.
“kalau begitu anda sekongkol!” bentak si penelepon.
“maksudnya, dan anda siapa?” saya balik bertanya.
“dia terlibat jaringan teroris! Saya Kapolsek Cairo”, kata penelepon yg ternyata bukan seorang guru.
“apa yang dia lakukan?”, saya bertanya dengan pikiran yang tak habis.
“dia sudah mencuri Pyramida!”, jawab Kapolsek dengan lantang.
“Pyramid yang gede itu? Mana mungkin? Apa buktinya?”, tanya saya dengan menutupkan jemari pada mata... itu ekspresi kaget.
“ya benar! Pyramid terbesar kebanggan Mesir telah dia curi!! Buktinya saya temukan di dalam ranselnya!”, tukas Kapolsek.
Bukti yang tidak bisa dipungkiri lagi. Itu pembuktian yang sungguh valid, tapi saya pikir ini pasti ada konspirasi, untuk menjatuhkan martabat saya, yang selama ini telah dijual oleh sebagian masyarakat Bangka. Saya tak bisa berkata apa-apa lagi selain menyanggupi untuk datang ke Polsek Cairo secepatnya.
“Poleng!! Ayo kita bergegas”, teriak saya pada lumba-lumba peliharaan.
“wau wau”, jawab Poleng yang artinya “saya ikuti perintahmu wahai Tuanku yang pemurah”.
Kamipun segera pergi dengan kaca pembesar di tangan, layaknya detektif yang biasa ditemui di film seri. Tapi sebelum keluar pintu kamar, saya merasa ada sesuatu yang tidak beres dan harus segera dituntaskan.
“Poleng!! Bagaimana kalau kita tidur dulu?”, tanya saya dengan ide yang brilian.
“wau wau” jawab Poleng yg berarti “semoga tidurmu menyenangkan”.
|^_^|
:))
:)]
;))
;;)
:D
;)
:p
:((
:)
:(
:X
=((
:-o
:-/
:-*
:|
8-}
~x(
:-t
b-(
x(
=))